Sunday, September 23, 2012

Jawaban Seorang Muslim Mengenai Film "Innocent of Muslim"

Inilah jawaban seorang #muslim untuk film "Innocence of Muslim" yang menghina Rasulullah
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Aku adalah #muslim, aku bangga menjadi #muslim, karena sejarah membuktikan
  • faktanya bukan #muslim yang memulai perang dunia pertama. Dan bukan #muslim yang memulai perang dunia kedua.
  • bukan #muslim yang menghancurkan hiroshima dan nagasaki dengan menggunakan bom atom
  • bukan #muslim yang membunuh 200juta indian di amerika Utara
  • bukan #muslim yang menghabisi 80 juta indian di amerika Selatan
  • bukan #muslim yang Membunuh 90 juta aborigin australia
  • bukan #muslim yang mengambil 180juta orang afrika sebagai budak lalu membuang 70 persen dari mereka yang meninggal ke lautan atlantik
  • bukan #muslim yang menjajah Indonesia, Bosnia, Afghanistan, Ethopia, Checnya, Suriah dan negara2 lainnya
  • bukan #muslim yang memulai kasus poso, ambon, maluku, dan papua
  • bukan #muslim yang memfitnah irak dgn senjata pemusnah massal yg ternyata cuma isapan jempol belaka
  • bukan #muslim yang serakah merebut ladang minyak Timur Tengah
  • bukan #muslim yang suka menghina nabi & agama lain
  • dan aku bangga.. Walau Islam tidak pernah teriak2 sbg agama damai, tapi #muslim tidak pernah menyerang siapa2 kalau tidak diserang duluan
  • walau Islam tidak pernah teriak" HAM & toleransi, tapi #muslim paling toleransi
  • dibanding sang "PENDEKAR HAM" Amerika yang rasis kepada kulit hitam. #muslim
  • dibanding perancis yang melarang jilbab. #muslim
  • dibanding swedia yang melarang Adzan. #muslim
  • dibanding swiss yang melarang pendirian Masjid. #muslim
  • #muslim mayoritas itu toleransi dan #muslim minoritas itu PEMBERANI
  • tapi tidak ada toleransi untuk melanggar perintah ALLAH SWT. #muslim
  • #muslim bukanlah anjing yang serakah dengan nafsu menjajah
  • #muslim bukan babi yang rakus nafsu membumi hangus
  • #muslim bukan monyet licik yang selalu menebarkan fitnah
  • #muslim tidak pernah mencari musuh & #muslim HARAM lari dari yg memusuhinya.

diambil dari :

Sunday, September 16, 2012

Teroris Fundamentalis

“Anda adalah teroris!” teriak seorang di sudut sana. “Pokoknya anda adalah teroris,! nggakmau tau!.”  Yang saya bilang teroris ia harus menjadi teroris. Karena saya berkuasa. Lihat saja! Jutaan mata tertuju pada saya, hebat bukan. Saya berhak berbicara apapun. Anda hanya diam di sana. Pokoknya, kalau saya bilang anda teroris anda harus setuju.

Jika ada yang nggak setuju, anda adlaah musuh kami. Kok bisa? Kata Noam Chomksy, Guru besar dari MIT itu mengutip pernyataan G.W. Bush  dalam ‘Maling Teriak Maling, Amerika sang Teroris’, “Setiap bangsa di semua kawasan kini harus memutuskan: Apakah Anda bersama kami, atau anda bersama teroris. Sejak hari ini, bangsa manapun yang masih menampung atau mendukung teroisme akan diperlakukan oleh Amerika serikat sebagai rezim musuh

Jadi sekarang pilihannya, anda mau ikut kami atau tidak! Anda mau menjadi kaderkami atau tidak. Anda ingin jadi penikmat kami atau tidak. Itu semua pilihan anda! Kalau nggak mau, maka anda kami cap bibit-bibit ‘teroris muda’. Sedangkan kami, di sini sedang melakukan kaderisasi. Kami sebar dengan gencar, masuk lorong-lorong kota. Sudut-sudut desa. Kami sebar dengan jangkauan kami.

Semua mata teruju kepada kami, hingga tiap rumah kami memasukinya. Pagi, siang malam. Begitu hebatnya kami. Kami mendidik kader-kader kami. Kami sebar opini-opini itu. Lihat saja, sekutu kami tersebar di belahan bumi ini. BBC, AFP, Times, dll mungkin bisa jadi kolega kami di luar sana. Di dalam sini masih banyak sekali kolega kami. Lihat saja di layar tabung di dalam rumah-rumah kalian.

Jadi, anda memilih mana? Teroris atau menjadi bagian dari kami. Mungkin anda tak sadar, anda menjadi kader setia kami. Anda perhatikan kami setiap harinya. Opini-opini kami, tersebar begitu meluas. Anda tak perlu datang ke surau-surau di sana. Cukup anda diam di dalam rumah saja. Menekan tombol remote itu. Cukup ikuti, anda menjadikan kader kami.

Jika anda ingin menjadi kader inti kami, pun itu mudah. Anda dukung kami, bahwa kami selalu benar. Saat di Filipina kami menulis ‘AS Mulai perangi Teroris Filipina”. Sekutu-sekutu kami menulis ‘gerombolan’. Atau ‘gerilyawan’. Atau ‘pemberontak’. Tapi, semuanya di belakang kami sisipi tulisan ‘Islam’.

Semua harus sepakat dengan definisi teroris kami. Sejak 11 tahun lalu, sesepuh kami mengumandangkan ‘Perang terhadap Terorisme’.  Sejak saat itu, kami harus mengikuti arahan Bos besar di sana. Sebab, sekarang eranya era sana!. Kalau nggak, sudah taulah kalian. Kami bisa di stop kiriman uang segar!

Dulu, kami sempat  sukses menjadikan kisah ‘pesantren sarang teroris’. Sekarang, kami harus bertambah. Teroris harus masuk ke sekolah-sekolah. Organisasi di ‘dekat’ Mesjid adalah sarana rekrutmen teroris. Cuman, doakan kami. Kami masih mencari celah, suapaya bisa tanpa sisipan ‘Islam’. Cukup tunggal saja ia sendiri.

Semua kawan-kawan kami mungkin sepakat. Sebab kami mainstream. Kami masih malu-malu. Walau pernah kami sorot buku Ibnu Katsir sebagai barang bukti. Begitu menyenangkan. Selangkah lagi, kami sedang berusaha supa Kitab Suci-nya  menjadi barang bukti. Bukti yang begitu manis.

Kami ,memang punya segalanya. Kami semua selalu bersepakat tentang definisi teroris. Lihat saja. Tak pernah kami menulis ‘teroris RMS”. Sebab menurut definisi kami. Teroris harus mengarah ke sana. Ke sisipan –sisipan itu. Kepada orang yang belajar kitab sucinya dengan baik. Kepada siswa berseragam manis yang berprestasi itu. Pokoknya, saat dia terlihat ‘Islami’ dia harus jadi ‘teroris’

Nggak boleh mereka mengaji ayat-ayat sambil melingkar. Yang boleh hanya kami. Kami saja yang harus melakukan kaderisasi. Kami berikan doktrin kepada calon kader kami bahwa jangan mendekat organisasi ekskul Mesjid, Sebab mereka bisa menjadi baik, benar , dan ramah. Mereka menjadi bermanfaat, mereka masuk PTN favorit, mereka berbuat baik pada sesama.

Itu semua tidak boleh!. Kami tak rela kader-kader kami direbut. Kami doktrin mereka lewat mesin-mesin kami. Pokoknya yang mendekat kepada ‘Islam’ kami berusaha lawan. Kami rekrut pemuda-pemuda dengan budaya-budaya titipan dari Bos kami di sana. Senang sekali, banyak yang terekrut oleh kami.

Kami ajari dengan program bahwa kebebasan adalah segalanya. Bebas! Nggak perlu belajar agama dengan baik, karena mereka itu ‘Teroris’. Semua harus versi kami. Tak pernah kami berteriak ‘teroris zionis Israel’. Atau ‘Teroris dll’ kecuali ia harus berhubungan dengan ‘Islam’. Coba saja cek ‘The Crisis Islam-nya Bernard Lewis , atau Francis Fukuyama dalam Newsweek (2002). ‘Taking The Hard Road-nyaTime (2002) malah bilang “Indonesia menghadapi pilihan sulit mengulung kaum ‘ekstrimis’ atau mengundang kemarahan Amerika.”.

Kalau menyerang Negara dengan Full senjata. Itu adalah hak bos kami. Ia bukan teroris. Tapi kalau anda ada yang ‘terduga’. Ia harus dihabisi. Tak tahulah, padahal baru terduga. Kalau mengacak-acak negeri orang atas mencari senjata pemusnah masal, itu tak masalah. Tapi kalau anda masuk Mesjid. Sstt. Hati-hati! Anda bisa-bisa jadi ‘Fundamentalis’ ‘radikalis’ ‘teroris’. Walau, kami sendiri terpaks harus mengikuti atasan kami.

Untungnya ini zaman sekarang. Sebab, julukan tersebut tersemat pada Bung Tomo, Imam Bonjol, Cut nyak Dien, Jendral Soedirman, dll. Pastinya, cap gerombolan dan gerliyawan tersemat pada mereka oleh para orang-orang Bule itu. Orang yang berjuang membela kemerdekaan itu, tak perlu diajari arti dari nasionalisme, pancasila dan sebagainya sudah berjuang, malah tersemat jargon-jargon demikian,

Jadi, sejarah berulang. Cuman beda masa saja. Sejarah selalu berulang. Bertubi-tubi kami bersama seluruh sekutu berusaha memadamkan ‘’. Huntington dalam Clash of Civilization menjelaskan berhadapan-nya kita dengan meeka. Benar juga kata Prof. Al Attas “This confrontation is by nature a Historcally permanent one”. Pokonya kami yang selalu benar.

Hanya kami yang boleh mengkader dengan tayangan-tayangan kami. Hanya kami yang boleh menentukan anda bersama kami atau tidak. Hanya kami yang berhak memberikan pandangan. Kalau kata  Goenawan Mohamad dalam Caping-nya (TEMPO, 27 Januari 2002) bilang ‘Fundamentalisme memang aneh dan keras dan menakutkan: Ia mendasarkan diri pada perbedaan, tetapi pada gilirannya membunuh perbedaan”

Bisa jadi kami sendiri yang tak sadar. Kami paksakan mereka menjadi kader kami. Kami propagandakan mereka untuk mendekati simpul-simpul kebaikan. Pokoknya, ga boleh kalau yang tak sependapat dengan kami itu yang benar! Walau kami masih mencari celah, supaya kitab suci dan agamanya dengan leluasa kami sebut ‘Teroris’. Bahkan Tuhan-pun kami Teror! Tak boleh ikut campur.. SARA!! Sejatinya, kami baru sadar, ternyata bisa jadi kami yang menjadi Fundamentalis, Radikal, bahkan Teroris itu sendiri… Wallahua’lam

Thursday, September 13, 2012

Ibu Guru Bijak

Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.

Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.

Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.

“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”

“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”

“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.

Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”

“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”

“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”

Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam, karena kalau mereka mengajak perang secara terang-terangan, bisa kita bayangkan, mungkin tukang becak yg ga pernah solat juga tiba-tiba teriak "Allahu Akbar.. kita serang amerikaaaaaaaa!!!!!"

Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.


“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.” (QS. At Taubah :32).

Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita?