Tuesday, August 26, 2014

Hutang dipandang dengan kacamata Islam

Udah lama ga ngepost karena kesibukan duniawi. Semoga kedepannya tidak terulang lagi, hehe.

Di zaman modern seperti ini, istilah hutang sudah berubah bentuk menjadi sesuatu yg sangat dikenali dan dianggap biasa saja oleh semua orang. Dari mulai hutang kecil-kecilan, hutang kartu (kartu kredit), hutang rumah (KPR), hutang pembelian apapun secara kredit, hutang "yg katanya" tanpa anggunan, dan masih banyak lagi bentuk-bentuk hutang lainnya. Semuanya istilah yang saya sebut tadi sudah dianggap lumrah oleh semua orang dan dianggap suatu saat saya pun akan mengalaminya/menjalankannya.

Belum lagi penyebaran paham2 dan rayuan dari pihak rentenir (baca: BANK) seperti "kalau tidak berhutang nanti tidak akan bisa punya rumah, mobil, motor dll. Harganya makin lama makin naik loh, mending kredit yuk dari sekarang", atapun paham2 dari teman kerja yang berkata "orang yang tidak memiliki hutang adalah orang yang diragukan kejantanannya." Bahkan mereka mengolok-olok kawannya yang memiliki hutang sedikit. Ketika ada tawaran KTA, mereka bilang "sudahlah ambil saja, luamayan tuh ga ada jaminannya"

Sebetulnya bagaimana sih pandangan Islam mengenai hutang?
Jawabannya bisa dilihat di hadist-hadist mengenai hutang. Cari saja, pasti ada banyak. Islam sangat memperhatikan masalah utang-piutang. Berhutang di Islam itu boleh, tapi dalam kondisi-kondisi darurat saja. Terlebih Rasulullahpun banyak memperingatkan tentang bahaya hutang.

Abu Umamah, sorang sahabat Nabi SAW pernah merasakan kegelisahan dan kebingungan karena memiliki utang yang tidak bisa dibayar. Suatu ketika ia sedang termenung di Masjid memikirkan utang-utangnya. Melihat sahabatnya gelisah, Rasulullah SAW langsung bersabda dan memberikan doa kepada Abu Umamah untuk diamalkan setiap pagi dan sore.

Doanya, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan pemaksaan dari orang lain.” (HR Abu Dawud).

Islam mengajarkan untuk tidak menganggap sepele masalah utang. Jika ada keluarga yang meninggal dunia, para ahli waris berkewajiban membereskan terlebih dahulu masalah utang-piutang, sebelum dikebumikan. Karena sensitifnya masalah utang, sampai Nabi sendiri tidak segera mensholatkan mayit sebelum utang-puitangnya dilunasi.

Jangan berhutang kecuali karena terpaksa

Pada kenyataannya, banyak orang yang berhutang untuk bisa merayakan lebaran layaknya orang kaya, untuk bisa menyelenggarakan pesta pernikahan dengan mewah, untuk bisa memiliki gaya hidup modern, misalnya dengan kredit mobil, rumah mewah, perabotan-perabotam mahal dsb. Lebih ironi lagi, ada yang hutang untuk selamatan keluarganya yang meninggal karena malu kepada para tetangga jika tidak mengadakannya, atau jika makanannya terlalu sederhana.

Aisyah berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tempo dan beliau memberi jaminan baju besi kepadanya." (HR. Al-Bukhari). Ibnul Munir berkata, 'Artinya, seandainya beliau shallallahu 'alaihi wasallam ketika itu memiliki uang kontan, tentu beliau tidak mengakhirkan pembayarannya. (Lihat, Fathul Bari, 5/53).

Hutang adalah pintu berbuat dosa

Rasulullah di akhir shalatnya sering memohon kepada Allah SWT supaya terhindar dari masalah utang, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam): ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).” Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah hutang?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.”(HR. Bukhari no. 2397)

Hutang adalah kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari, pemutus silaturahmi

Banyak orang menyembunyikan diri dari pandangan manusia karena takut bertemu dengan orang yang menghutanginya. Karena itu dianjurkan bagi yang menghutangi untuk meringankannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa meringankan hutang orang yang dihutanginya atau membebaskannya maka ia berada di bawah naungan 'Arasy pada hari Kiamat." (HR. Muslim).

Jika mati dalam keadan berhutang, maka...

“Barangsiapa muslim yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah no. 2412)

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414)

“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078)

“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410)

"Demi jiwaku yang ada di TanganNya, seandainya ada seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian ia dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi, kemudian dihidupkan lagi dan terbunuh lagi, sedang ia memiliki hutang, sungguh ia tidak akan masuk Surga sampai hutangnya dibayarkan." (HR. An-Nasa'i)

Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.”Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut. Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata,“Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)

“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim no. 1886)

-----------------------------------------------------------------


Jadi, di Islam berhutang itu sebetulnya boleh atau tidak?

"Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400)

“Sesungguhnya yang paling di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Bukhari no. 2393)

Berarti boleh dong? jawabannya iya, tapi lihat lagi syarat-syaratnya. di hadist diatas ada penekanan "selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah". Artinya kita harus tahu, apa saja yang dilarang oleh Allah dan apa saja yang dibolehkannya.

Satu hal yang sudah pasti dilarang oleh Allah dan ditekankan berulang-ulang oleh Allah di dalam AlQuran adalah tentang RIBA, 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan RIBA dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (Ali Imran: 130).

KENYATAANNYA SEKARANG, HUTANG MANA YANG TIDAK ADA RIBA-NYA?

Kini membeli barang-barang secara kredit seperti sudah menjadi simbol zaman ini. Padahal ia adalah fenomena yang salah. Seperti yang dijelaskan di hadist diatas, jangan berhutang kecuali kalau itu betul-betul kebutuhan yang sangat mendesak dan tidak ada jalan lain. Dan juga pembayaran sesuatu janganlah diakhirkan (kredit), karena kita tidak tahu kapan kita akan mati.

Bank-bank selalu mengiklankan agar orang melakukan transaksi keuangannya dengan jasa bank. Di antaranya, juga promosi mendapatkan kredit secara mudah. Hal itu karena hasil bank-bank ribawi adalah dari prosentasi bunga uang yang dipinjamkannya. Semakin lama masa pinjaman seseorang semakin besar pula keuntungan yang diraup bank, itulah yang dikehendaki bank.



"For BANK, debt equal money, more debt means more money. And remember, debt is the worst poverty, it's the new form of colonization, it's the reason why so many nation today silence and being dictated about what is happening" -gpl-

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Satu dirham uang riba yang dimakan seseorang dan dia mengetahuinya lebih berat (dosanya) dari-pada 36 kali berzina." (HR. Ahmad, di- shahih-kan oleh Al-Albani).

Dalam mu'amalah ribawi, bank selalu mengeruk keuntungan, sedangkan peminjam bisa saja sewaktu-waktu merugi. Adapun banyaknya bank ribawi yang bangkrut, padahal secara matematis selalu untung maka hal itu adalah bukti kebenaran firman Allah:

"Allah memusnahkan riba dan mengembangkan sedekah." (Al-Baqarah: 276).

Ingatlah kawan, Bank mendapat keuntungan dari banyaknya orang yang berhutang kepadanya. Dan bank mempunya modal menghutangi adalah dari nasabah yang menabungkan uang padanya, maka berpikirlah sebelum engkau menabung di bank, berpikirlah sebelum engkau memutuskan hendak berhutang!

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sungguh telah melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis dan kedua saksi atasnya. Beliau bersabda, 'Mereka itu sama saja'." (HR. Muslim).

Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan, maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?, kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? (Al Muddatstsir 18-20)