Monday, June 16, 2014

Hero Kensan (ヒーロー見参)

Drew Danburry - Hero Kensan (ヒーロー見参)

A smile has been calling me for a long time, sometimes it squeezes by in smirks
I tried to cover my ears pretending not to hear (like peco)
Let's learn the language of the trees, i'll hunch my heart into my knees
Prepare a pegasus for every naked face inhaling hope through furrowed frowns.

You think i sold my soul to satan, i swear i gave myself to god,
What we love will always make us happy, we all make up our own right and wrong
Bereave such salient an epicure, we'll change the world with our monumental miniscule gestures
I live with all my decisions all somnolence dissipation
Exacerbate the exclamation point right out.

Tug on the apron of our instincts while watchers cluck disapproval
Of all the proud but beaten down to think their suffering proves they're strong.
Alack the day we left the sordid soused the rascal roused running round
The crooked crown like chimerical starlings over the servant left supine.

So act adult atop your dormer window where the whole world and no one can see
Can't be an anchorite in this breathless city but we can practice sociometry
Line up sophomoric slams with slander vesture pained dignity with love's liniment
Derail the amorist with his silver swagger and his intrusion on rustic refinement

Cover the crestfallen with golden paper planes pretend and playing that it's autumn
Gently undaunted by the knowledge of being a burden to the ground
Now i'm a burden to all around.
She's back in sin city, it's time for me to come back down

It's time i made a decision, it is time, i made a choice
If i'm in debt to god and you
Then i'm in debt to those who hate me enough to raise their voice
Don't let me be found in angry books
Frustrated that they get no second looks
Keep me alive with the soft love made by calloused hands
For what do we live for if not to do good?

-------

Wednesday, June 11, 2014

Nation State

"The system is not broken, it was built this way"
"Sistem ini tidak rusak, tapi memang dibuat agar seperti ini"
Negara lahir dengan kembarannya, yaitu hutang publik. Hutang publik adalah wajib untuk membiayai birokrasi dan pembangunan. Untuk mencicil hutang publik, ditariklah pajak. Pajak itu ditarik dari setiap satuan produk yang dihasilkan rakyat sebagai warga negara. Karena sistemik, pelaksanaannya nyaris tak terasa. Pajak ini semakin meningkat dan mengikat leher sejalan dengan peningkatan hutang, didukung pula oleh inflasi dan korupsi sebagai hukum positif ribawi. Untuk mengoperasionalkan sistem ini dan membuatnya berkelanjutan, maka dibutuhkanlah kepala negara (presiden). Rakyat tidak boleh tahu sistem ini, karena kalau mereka sadar satu menit saja tentang apa yang sesungguhnya terjadi, maka negara ini akan bubar esok hari (itu yang dikatakan Henry Ford tentang Amerika Serikat). Oleh karena itu diciptakanlah hiburan-hiburan dan pengalih perhatian, seperti pesta demokrasi, kompetisi ersatz (pura-pura), dan perseteruan yang memabukkan. 

Rakyat disuguhi dengan satu doktrin: bahwa demokrasi adalah model terbaik--meski belum pernah terwujud buktinya. Demokrasi menyediakan panggung, bukan kehidupan dunia. Demokrasi harus dipercayai membawa Anda pada kesejahteraan meskipun Anda sangat miskin dan makin miskin. Karena itu, para capres berlomba memperlihatkan dirinya dengan citra yang demokratis. Siapa yang tidak demokratis, maka dia jahat. Tidak ada peluang bagi seseorang untuk mengembangkan jalan yang damai dan bening di luar demokrasi yang riuh dan kasar. Bila Anda tak mempercayai demokrasi, maka Anda telah murtad dan kafir (keluar dari kebenaran).

Hanya satu yang dianggap tidak penting dalam panggung demokrasi itu, yakni pembicaraan tentang pelunasan hutang publik. Mereka akan berbusa-busa tentang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, pembangunan infrastruktur, pengembangan demokrasi, dan kepastian hukum, tapi tidak membicarakan darimana anggarannya akan diperoleh, sebab mereka semua sudah sama-sama sepakat bahwa semua itu dapat dilakukan dengan menambah hutang kepada Tuan Bankers. Rezim hutang inilah penguasa yang sesungguhnya. Dan para presiden itu tunduk di bawah logika fiskal. Batasan kebijakan mereka adalah fiskal. Dan solusi terbaik mereka adalah menambah hutang. Mereka bukan pemimpin. Mereka adalah penghibur. Mereka menyajikan hiburan yang amat mahal, dan kita semua membayarnya dengan mengurangi kualitas kehidupan kita yang sangat berharga ini. Nauzubillahi min zalik."
-Tikwan Raya Siregar-