Monday, October 8, 2012

Mr S dan Abdallah

Saya punya seorang dosen S2 di jurusan Elektro ITB (telekomunikasi), namanya Mr S. Dia seseorang yg terkenal mempunyai dedikasi tinggi thd perkuliahan. Beda dengan dosen lainnya yg cenderung banyak "proyek" dan jarang masuk kuliah sehingga dirindukan oleh murid-murid, dia selalu datang tepat waktu walaupun rumahnya terbilang jauh, yaitu di Bandung Ujungberung, suatu ujung belahan bumi bagian Bandung Timur. Bahkan dia pun pada tiap semester sudah membooking slot Senin jm7-9 untuk salah satu matakuliah yang dia ajar. Dia pun memberlakukan aturan "datang telat nilai berkurang", sebuah aturan yang membuat mahasiswa jaman sekarang geleng-geleng kepala. Aturan yang bagaikan petir di pagi hari di hari Senin jam 7-9 pagi. Dengan ketepatan waktunya dan perhitungan nilainya yg benar2 exact sesuai rumus yg sudah dia bikin, maka nyaris tidak ada mahasiswa yg berani mendebatnya ketika urusan nilai sudah keluar.

Saya punya seorang teman mahasiswa S2 di jurusan Elektro (telekomunikasi) ITB, namanya Abdallah. Dia seseorang yg berkulit putih bermuka arab yg berkewarganegaraan Libya. Dia termasuk salah seorang yg selalu dibuli-buli oleh salah seorang dosen kami, Mr S. Sang dosen yg menurut sebagian orang cukup egois dan gamau kalah dalam beradu argumen pernah mempermasalahkan dia yg tidak lancar berbahasa Indonesia. Tidak sampai disitu, nilai TOEFLnya yang sebetulnya cukup tinggi dia sebut "ah itukan cuma TOEFL, orang Jepang juga TOEFLnya gede2 tp gabisa ngomong". Untungnya sang Abdallah tidak mengerti perkataan sang dosen sehingga ketika mahasiswa lainnya tertawa terbahak-bahak, dia pun hanya bisa ikut tertawa tanpa mengerti apa yang menjadi bahan tertawaan. Tiap kali dia bertanya pun, sang dosen (yg sebetulny kurang mengerti apa yg ditanyakan karena keterbatasannya dalam berbahasa Ingris) biasanya mejawab dengan memepermasalahkan pertanyaannya terlebih dahulu. Baru setelah diluruskan oleh mahsiswa lain ttg maksud pertanyaan sang Abdallah, baru sang dosen menjawab tepat sambil tetap menjaga gengsinya yg "gamau disbut kalah".

Dibalik semua itu, sang Abdalah yang sehari-hari hanya bisa menyebut "punten", "cisitu", dan senyuman sebagai bahasa tubuhnya ketika menghadapi percakapan seseorang, ternyata menyimpan suatu kisah sedih yang mendalam yang seharusnya apabila orang lain tahu, tak mungkin orang lain menjadikan ia sebagai bahan buli-buli.

Suatu ketika saya mencoba bercakap-cakap dengannya (sebisa saya) menggunakan bahasa Inggris. Sambil mengajak makan ke kantin bengkok, saya terus menanyakan ttg latar belakang dia karena sy memang tertarik dengan keberaniannya yang berani berpetualang sendirian dari Libya ke rimba raya Indonesia walau tidak mengerti sama sekali ttg bahasa Indonesia. Kekaguman saya terhadapnya seolah-olah sedang mewawancarai alien yang turun ke bumi. suatu fenomena yang sangat ajaib untuk saya saksikan. Sesampainya di kantin bengkok, dy pun bercerita ttg keluarganya di Libya sana. Dia mempunyai sebuah keluarga harmonis dari seorang ayah, ibu, dan seorang adik perempuan berusia kurang dr 10th. Lanjut cerita, ternyata keluarganya yang tinggal di Libya sana mengalami suatu musbah. Beberapa bulan silam di Libya terjadi konflik pemegang kekuasaan yang membuat ketidakstabilan politik dan militer sekaligus ketidakamanan yang terjadi disana. Pemberontakan dan perang lokal yg terjadi disana ternyata membuat sebuah bom jatuh di dekat rumah tinggal keluarga Abdallah dan menewaskan ayah dan ibunya. Adik perempuannya yg masih kecilpun depresi berat akibat kejadian itu. Saya sendiri pun shock berat ketika mendengar cerita itu keluar dari mulut sang Abdallah. Saya langsung membayangkan apabila musibah itu terjadi di keluarga saya, mungkin sy tidak bisa setegar dia. Langsung juga terbayang Mr S yang selama ini sering sekali membuli-buli dia. "oh, kalau saja dia tahu apa yang menimpa sang Abdallah, mana berani dia melakukan bullying" pikirku.

Semoga engkau tetap tegar hai Abdallah, dan semoga engkau menjadi seorang Abdi Allah yang sesungguhnya sesuai dengan namamu. Aaaamiiin..

No comments: