Thursday, March 11, 2021

Terbiasa dalam Gelap

Pasti kita pernah mengalami mati lampu. Saat bersama keluarga, sedang belajar, atau bekerja, tiba2 penglihatan kita mndadak gelap. “Waduh, mati lagi!”, begitu biasanya kita berucap ketika hal itu terjadi, sbg ungkapan suatu hal yg tdk nyaman sedang terjadi. Aktivitas kita terpaksa terhenti, krn memang banyak kegiatan kita yg bergantung pada cahaya. Kalau dipaksakan, malah lebih bahaya. Kita menunggu lampu menyala lagi, dan melanjutkan kegiatan kita.

Tapi ternyata ketika kita menunggu lampu menyala, sesuatu yg menarik terjadi: mata kita mulai terbiasa dgn gelap dan dpt dengan samar melihat sekeliling kita. Tentunya tdk sejelas ketika lampu menyala, dan jarak pandangnya pun sangat terbatas. Manusia memang diciptakan memiliki kemampuan adaptasi yg mengagumkan! Satu hal yang terjadi pada situasi ini adlh: kita sdh terbiasa dengan kondisi gelap. Ketidaknyamanan yg muncul di awal tadi sudah tdk begitu terasa, dan mulai terbiasa dengan jarak pandang yg pendek, dan memaklumi keadaan ketika kaki kita terantuk meja sana-sini, atau kita tdk sengaja menginjak kaki orang lain di samping kita. Kondisi gelap ini menjadikan wajar berbagai kesalahan, padahal kesalahan2 tersebut sebenarnya tdk perlu terjadi.

Melihat kondisi yg serba tak tentu saat ini, apkh saat ini kita sedang “mati lampu”? Lebih parahnya, apkh kita sedang merasa nyaman dengan kegelapan ini?

Allah mengibaratkan Islam sbg cahaya. Dengan adanya cahaya, jelaslah terlihat mana yang benar dan salah. Pandangan pun bisa melihat lebih jauh hingga ke akhirat. Dlm kondisi mati lampu, ada orang-orang yg berusaha memperbaiki gardu, mengecek sambungan listriknya, menyuplai kabel, dan teknisi yang terorganisasi agar terselenggaranya cahaya di rumah kita. Selagi mereka memperbaiki, ada yg berusaha menyalakan lilin, mencari lampu darurat, dan sumber penerangan lain.

Sebentar lagi lampu akan menyala kembali, tdk tahu tepatnya kapan, dgn atau tanpa keikutsertaan kita. Peran kita saat ini adlh sebuah pilihan, sebagai orang yg berusaha mengadakan cahaya, orang yg menunggu saja dalam gelap, atau bahkan orang yg tidak mau lampu menyala lagi? Krn takut ketahuan perbuatan kita selama kegelapan. Wallahualam

-hambaAllah-

Oleh-Oleh Isra Mi'raj

Banyak yg berkata isra miraj adalah bentuk "hadiah" yang Allah berikan kpd Rasulullah SAW ketika dilanda kesedihan setelah pamannya Abu Thalib dan istri tercintanya Khadijah RA dipanggil Allah SWT, tp apakah benar demikian?

Jika kita lihat sunnahnya, kondisi umt Islam saat itu dilanda krisis kemandirian luar biasa setelah boykot syiib. Secara keamanan, Islam masih bergantung pada perlindungan bani hasyim yg dipimpin Abu Thalib, dan secara ekonomi Islam masih bergantung pada harta pribadi Khadijah RA sbg sumber perjuangan.

Ketika Allah mewafatkan mereka, berarti ada kondisi yg ingin Allah ubah mengenai kebergantungan tsb. "Allahu somad" hanya kepada-Ku seharusnya tempat bergantung. Agar bisa seperti itu, Allah memberikan oleh2 yg sangat berharga dr Isra Miraj; Shalat.

Shalat bukan hanya skdr ritual. Shalat adalah perlambangan dari keteraturan berorganisasi/bernegara. Ada pemimpinnya, ada umatnya, ada tempatnya ada aturan mainnya. Perintah shalat 5 waktu bs diartikan jg perapihan saf organisasi/pembagian tugas2.

Dari Isra Mi'raj, Rasulullah membangun kemandirian ekonomi dan keamanan dengan mencari tempat hijrah yang cocok, Madinah.

Madinah (yastrib) adalah tempat yg mata pencaharian masyarakatnya bertani, tdk spt Makkah yg mata pencahariannya berdagang. Makanya jika madinah dilockdown/boikot seharusnya masih bisa survive, dan ini dibuktikan ketika lockdown perang khandak. Secara keamanan pun ketika rasulullah hijrah ke madinah, langsung dibentuk tentara pertama yg lgsg diuji dgn perang Badar.

Jadi apakah shalatmu hanya ritual saja?