Jadi teringat impian saya ketika kecil.
Saya adalah seorang idealis dalam hal lingkungan hidup. Walaupun saya tidak kuliah di teknik lingkungan, tapi saya sangat "fanatik" dan sensitif dengan hal-hal yang berbau; pengehematan, air, udara, energi, efisiensi, optimasi, hijau, pohon, kebun, sampah, listrik, invention.
Dahulu waktu SD, saya sangat menyukai pelajaran IPA yang bagaikan ilmu sulap pikirku saat itu. Dahulu pernah ada tugas membuat rumah-rumahan dan mendekorasinya dengan segala pelajaran IPA yang pernah diterima. Lalu mulailah saya buat rumah tersebut dari aneka kardus bekas dan saya dekorasi menggunakan aneka imajinasi saya. Saya buat box kecil disamping rumah utamanya bertuliskan "pembangkit listrik tenaga air hujan". Tak hanya itu ada lagi "pembangkit listrik tenaga matahari", "kompor tenaga matahari", "penampung air hujan untuk air keperluan sehari-hari", "pohon penyerap air", "tempat sampah pintar", dan sejumlah box battery+saklar yang dihubungkan dengan aneka LED yang saya pasang di penjuru rumah mainan saya dan sangat terlihat indah ketika dinyalakan.
Dahulu waktu SD, saya berharap setiap tetesan air yang jatuh dari langit bisa saya minum atau bisa saya simpan untuk saya minum nantinya. Greedy memang, tapi ilmu "mubadzir" yang diajarkan guru ngaji saya sejak saya kecil sungguh sangat menempel pada saya (sampai sekarang pun). Saya juga pernah mencoba-cba memuat pembangkit listrik tenaga air hujan, suatu penghasil listrik dari kumpulan air hujan di saluran paralon yang terkumpul dari genting dan nantinya akan memutarkan generator (dinamo) kecil yang saya siapkan di kamar saya. Walau listrik yang dihasilkan sungguh sangat kecil hanya cukup untuk menyalakan LED kecil, tapi saya bangga bisa membuatnya.
Dahulu waktu saya SD, saya sangat tertarik apabila melihat suatu pohon besar dan rumput-rumput kecil yang tumbuh dinaungannya. Lalu ada akar nafas pohon yang menjulur kebawah dan meneteskan air yang bisa saya tampung untuk saya minum. Saya selalu berangan-angan kalau saya bisa "kemping" sepanjang hidup saya di taman tersebut bersama teman-teman saya. Sejuk, nyaman, aman, "terfasilitasi", itulah yang ada di pikiran saya ketika membayangkannya. Dan dulu saya menemukan tempat seperti itu di IKIP BANDUNG, suatu perguruan tinggi yang sekarang namanya menjadi UPI yang dahulu sangatlah indah dengan aneka tanaman hijau yang sekarang berubah menjadi lapang semen. Untungnya saya sekarang menemukan tempat seperti itu lagi, bukan secara fisik (jasmani) tentunya, tapi secara rohani.
Dahulu waktu saya SD, saya sangat strict tentang permborosan. Apabila melihat lampu menyala di siang hari tangan saya menjadi sangat gatal ingin mematikannya. Juga apabila melihat kran menyala dan airnya terbuang, pasti akan langsung saya tutup. Insting anak kecil memang, walau tidak bisa menjelaskan kenapa tapi dahulu saya merasa bingung dengan orang dewasa yang melakukan pemborosan seperti itu. Saya pernah berantem dengan teman saya yang dibolehkan oleh ayahnya untuk tidak mematikan lampu kamarnya ketika tidur kalau takut gelap. Saya selalu berpergian menggunakan sepeda karena untuk saya itulah alat bermain yang bisa mengantarkanmu ke tempat tujuanmu dan insting saya bilang kalau sepeda itu sesuai dengan idealisme si kecil saya (yang skrg barulah saya tahu bahwa sepeda adalah the most efficient machine on the planet).
Dahulu waktu saya SD, saya biasanya jarang membuang sampah. Di mata idealisme si kecil saya, saya menganggap tidak ada yang namanya sampah, yang ada hanyalah barang yang belum terpakai untuk bisa digunakan lagi sebagai sesuatu di kemudian hari. Akibatnya saya sangat merasa sayang apabila membuang sampah, walau hanya sebotol aqua atau bungkus permen pun saya merasa ini bisa saya gunakan lagi nantinya. Prinsip mubadzir yang lagi-lagi menempel dengan eratnya. Dan saya sungguh sangat kagum dengan orang yang bisa membuat sesuatu menggunakan sampah. Ada Richie Sowa dengan pulau botol plastiknya dll. Iseng-iseng saya pernah mencoba membuat tabung penghasil kompos dari suatu drum besar yang saya buat lubang dan saya masukan selang untuk memompakan udara kedalamnya. Didalamnya saya membuat filter untuk sampah kasar dan cairan hasilnya. Saya tinggal memasukan sampah organik saya kesana dan sim salabim dalam beberapa minggu jadilah cairan bergizi untuk pohon-pohon kecil yang saya rawat. and it's work!
Dahulu waktu SD, saya berharap bisa membuat suatu kendaraan bebas polusi yang lebaynya bisa mengeluarkan gas bersih yang enak dihirup daripada mengeluarkan suatu gas bau dari knalpot (yang saya masih belum tau apa itu namanya sampai saya SMA). Dan ketika SMA saya baru tahu bahwa gas yg oke untuk dihirup adalah oksigen (campur nitrogen tentunya) dan hasil pembakaran kendaraan bermotor adalah karbondioksida (campur sulfur dll tergantung katalis bensinnya). Dan ketika SMA juga saya baru tahu ada proses namanya electrolysis yang bisa memisahkan H2O menjadi H2 dan O2 dengan listrik. Sungguh suatu sumber bahan bakar yang saya impikan dari SD karena setelah terbakar akan kembali menjadi H2O yang berarti hasil pengembunan asap knalpotmu bisa kamu minum.
Kemarin-kemarin ketika kuliah sarjana, pernah saya lupa dengan idealisme saya. Terkotori dengan doktrin nilai, bekerja, uang dll sehingga menhapus insting dan idealisme si kecil saya, saya sempat merasa hampa dan bingung apa yang saya cari sebetulnya setelah masuk ITB ini. Lalu setelah mengalami suatu kejadian, idealisme kotor saya mulai terbersihkan dan sekarang naluri idealisme si kecil saya kembali. Strict dengan pengehematan, air, udara, energi, efisiensi, optimasi, hijau, pohon, kebun, sampah, listrik, invention!
Sampai sekarang prinsip mubadzir dalam hal apapun tetap menjadi prinsip saya. bahkan saya sampai merasa sayang membiarkan langganan internet unlimited saya tersia-siakan begitu saja apabila saya tidur, sehingga sebelum saya tidur pasti saya mendownload sesuatu dahulu yang kira-kira beres pas saya bangun. Saya sangat kesal apabila melihat ada orang yang memutuskan dengan mudahnya mengubah tamannya menjadi lapang semen yang ujung-ujungnya ketika hujan tanah dibalik semen tersebut tidak bisa menyerap air dan berujung banjir di tempat lain. Saya melihatnya sebagai bentuk penolakan dia terhadap rahmat Allah. Dan terbukti, ketika hujan dimana-mana ternyata ada yang malah mengalami kelangkaan air. Dari pompa tidak keluar, jetpump pun sama, PDAM pun sama, padahal diluar rumahnya hujan deras turun setiap hari. Sungguh suatu peradaban bodoh. Bahkan dalam hal pengehematan ini, saya selalu mematikan
mesin motor saya ketika lampu merah dan menetralkan gigi ketika turunan
dan membiarkan motor saya menggelinding dengan sendirinya.
Sampai sekarang sayapun sangat kesal dengan orang yang dengan egoisnya memakai mobil pribadi sehari-hari walau dia bisa menggunakan kakinya atau roda duanya tapi dengan alasan "aman dan nyaman untuk diri sendiri" dengan mengenyampingkan aspek pencemaran lingkungan, pemborosan bahan bakar, pemborosan biaya opersional karena merasa punya cukup uang, kemacetan, kesenjangan sosial, dll memilih menggunakan mobil pribadi. Apalagi ketika menemukan orang omdo yang mulutnya selalu berbicara bagus ttg perbaikan ini itu tapi actionnya tidak ada. Cukup diskusi saja, tidak perlu memikirkan teknis lapangan karena merasa saya kan anak ITB, posisi saya di bidang strategis. Sedangkan untuk hal teknis atau lapangan kan ada SMK atau D3 atau universitas lain. Cuih! Buktinya Rasulullah pun walau jelas ia seorang kepala pemerintahan pintar (posisi strategis) tapi dia tetap "membumi" dengan menjalani kehidupan lapangan seperti apa. Dia bergadang, tidak hanya bercuap-cuap tentang konsep ekonomi, Dia penggembala ternak, tidak hanya tukang mengajak diskusi. Dan seharusnya setiap yang merasa pengikutnya seharusnyalah mencontohnya. Prinsip think globally act localy sepertinya sesuai dengan konteks tadi, dan sayangnya anak ITB banyak yang sangat kurang dalam hal itu. Bagai menjunjung langit yang tak sampai dan kakipun tidak menapak ke bumi.
Sampai sekarang proyek smart house impian saya waktu SD
tergambar jelas di kepala saya. Tentang konversi energinya, tentang
pengumpulan airnya, tentang pohon hijaunya, dan ditambah ilmu elektronika+telekomuniasi yang saya pelajari di kuliah untuk mengintegrasikan semuanya. Dan sekarang semuanya semakin tergambar jelas dan ingin segera untuk direalisasikan. "Noah ark" project namanya, suatu projek pulau hijau pintar mandiri yang dibangun dari kumpulan barang bekas pakai atau mereka bilang sampah. Generator bahan bakar gas hidroksida (H2 + O2) yang berbasis elektrolisis air pun sudah saya buar blueprint-nya, sekaligus dengan blueprint dari kompor matahari saya dan pembangkir listrik tenaga panas matahari saya (bukan solar panel).
Dan sebentar lagi liburan. Sudah gak sabar nih pengen ngoprek lagi apapun itu kaya waktu saya kecil, tapi tentunya dengan ilmu-ilmu yang sudah jauh lebih berkembang :)
No comments:
Post a Comment