Wednesday, June 11, 2014

Nation State

"The system is not broken, it was built this way"
"Sistem ini tidak rusak, tapi memang dibuat agar seperti ini"
Negara lahir dengan kembarannya, yaitu hutang publik. Hutang publik adalah wajib untuk membiayai birokrasi dan pembangunan. Untuk mencicil hutang publik, ditariklah pajak. Pajak itu ditarik dari setiap satuan produk yang dihasilkan rakyat sebagai warga negara. Karena sistemik, pelaksanaannya nyaris tak terasa. Pajak ini semakin meningkat dan mengikat leher sejalan dengan peningkatan hutang, didukung pula oleh inflasi dan korupsi sebagai hukum positif ribawi. Untuk mengoperasionalkan sistem ini dan membuatnya berkelanjutan, maka dibutuhkanlah kepala negara (presiden). Rakyat tidak boleh tahu sistem ini, karena kalau mereka sadar satu menit saja tentang apa yang sesungguhnya terjadi, maka negara ini akan bubar esok hari (itu yang dikatakan Henry Ford tentang Amerika Serikat). Oleh karena itu diciptakanlah hiburan-hiburan dan pengalih perhatian, seperti pesta demokrasi, kompetisi ersatz (pura-pura), dan perseteruan yang memabukkan. 

Rakyat disuguhi dengan satu doktrin: bahwa demokrasi adalah model terbaik--meski belum pernah terwujud buktinya. Demokrasi menyediakan panggung, bukan kehidupan dunia. Demokrasi harus dipercayai membawa Anda pada kesejahteraan meskipun Anda sangat miskin dan makin miskin. Karena itu, para capres berlomba memperlihatkan dirinya dengan citra yang demokratis. Siapa yang tidak demokratis, maka dia jahat. Tidak ada peluang bagi seseorang untuk mengembangkan jalan yang damai dan bening di luar demokrasi yang riuh dan kasar. Bila Anda tak mempercayai demokrasi, maka Anda telah murtad dan kafir (keluar dari kebenaran).

Hanya satu yang dianggap tidak penting dalam panggung demokrasi itu, yakni pembicaraan tentang pelunasan hutang publik. Mereka akan berbusa-busa tentang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, pembangunan infrastruktur, pengembangan demokrasi, dan kepastian hukum, tapi tidak membicarakan darimana anggarannya akan diperoleh, sebab mereka semua sudah sama-sama sepakat bahwa semua itu dapat dilakukan dengan menambah hutang kepada Tuan Bankers. Rezim hutang inilah penguasa yang sesungguhnya. Dan para presiden itu tunduk di bawah logika fiskal. Batasan kebijakan mereka adalah fiskal. Dan solusi terbaik mereka adalah menambah hutang. Mereka bukan pemimpin. Mereka adalah penghibur. Mereka menyajikan hiburan yang amat mahal, dan kita semua membayarnya dengan mengurangi kualitas kehidupan kita yang sangat berharga ini. Nauzubillahi min zalik."
-Tikwan Raya Siregar-



No comments: